Monday 28 September 2015

Aku Bukan Tempat Sampah


Sang Sungai sedang bersedih.
“Mengapa ya semua orang tega membuang sampahnya disini? Aku kan sebenarnya merupakan sumber air bagi mereka. Seandainya saja mereka mau merawatku.” gerutunya.

Dari kejauhan tampak dua orang remaja yang sedang berjalan. Mereka asyik mengobrol sambil menikmati camilan yang ada di tangan mereka masing-masing. Sungai mengawasi mereka.
“Hmm enak. Sayang, cepat habis,” kata salah satu dari mereka. Tiba-tiba, dilemparkannya bungkus snack itu ke arah Sungai. Plak! Sampailah bungkus snack itu ke permukaan air Sungai. Sungai pun semakin merengut karenanya.
“Coba lihat! Begitu cara mereka memperlakukanku!”

Namun tak banyak yang bisa dilakukannya. Hatinya semakin sedih, dan juga marah.
“Tak tahukah mereka bahwa aku ada untuk keindahan mereka juga, membantu mereka, memberi mereka sumber air? Aku seharusnya selalu bersih. Tapi karena mereka tak pernah peduli padaku, aku menjadi seperti ini, airku keruh dan kotor, penuh sampah. Banyak kuman penyakit bersarang di airku. Kalau begini kan aku tak bisa lagi membantu mereka. Siapa yang rugi? Bukankah mereka sendiri?”
Sungai mulai meneteskan air matanya. Semakin deras dan semakin deras. Tiba-tiba langit pun ikut menangis bersama Sungai. Berdua mereka menumpahkan air mata. Semakin banyak dan semakin banyak. Hingga airnya meluap, tak dapat ditampung lagi oleh Sungai. Air membuncah keluar, dan menuju ke perkampungan warga dengan cepat.
Warga panik. Mereka segera berusaha menyelamatkan harta bendanya dari amukan air Sungai. Yang rumahnya berlantai dua, segera memindahkan barang-barang penting ke lantai atas rumahnya. Sedangkan yang bisa berlari dan mengungsi, segera pergi dari rumahnya masing-masing.
Kali ini tangis si Sungai benar-benar meluap. Ia sudah tak tahan dengan tumpukan sampah yang terus menjejalinya.

“Wah, banjirnya agak parah,” keluh beberapa warga yang melihat dari kejauhan di pengungsian.
“Yah, sebenarnya banjir itu kan bukan kesalahan alam. Kita tak bisa menyalahkan alam, atau sungai yang tiba-tiba meluap. Kitalah sebagai manusia yang seharusnya sadar. Saya jadi ingat, dulu sungai itu masih jernih, masih bisa dijadikan tempat untuk mencuci baju, mencuci piring, bahkan mandi bersama teman-teman kecil Bapak. Namun sekarang banyak orang yang suka membuang sampah ke dalamnya. Sungguh sangat disayangkan.” Seorang bapak berkata sambil merenung.
Warga yang mendengar cerita bapak tadi ikut tercenung.
Bapak itu melanjutkan, “Padahal, sungai itu bisa menjadi tampungan air jika ia dibiarkan mengalir dengan lancar. Namun sampah manusialah yang membuatnya tak bisa mengalir lagi. Airnya juga jadi tak sejernih dulu.”

Si Sungai yang mendengarnya, sedikit terharu. Ternyata masih ada manusia yang memperhatikannya.
“Bapak-bapak, Ibu-ibu, sepertinya kita harus melakukan perubahan. Bagaimanapun, ini adalah untuk kepentingan kita juga. Jika banjir sudah surut mari kita bergotong royong membersihkan sungai. Mulai mendisiplinkan diri untuk tidak lagi membuang sampah di sungai.

Mereka semua setuju dengan usul Bapak tadi.
Tiga hari kemudian banjir mulai surut. Warga lega bisa kembali ke rumahnya masing-masing. Mereka pun bekerja membersihkan rumahnya dari sisa-sisa kotoran tanah bekas banjir.
Beberapa warga juga mulai bergotong royong membersihkan sungai. Tak lama kemudian, menyusul warga yang lain bergabung bersama warga yang lebih dulu turun ke sungai. Mereka bekerja dengan giat, mengumpulkan sampah yang mengapung di permukaan air dengan perahu-perahu kecil. Sungai menjadi lebih bersih sekarang, meski belum benar-benar jernih, akibat sampah yang sudah terlalu banyak hingga mengubah warnanya, namun sungai itu kini bisa mengalir dengan lancar.
Warga pun bersyukur, dan berjanji tak kan membuang sampah lagi di sungai.
Si Sungai pun kini senang. Karena warga akhirnya sadar bahwa dirinya diciptakan memang untuk menjaga keseimbangan alam. Mengalirkan air yang sebenarnya bisa dimanfaatkan warga, namun bukan untuk membuang sampah.
“Terima kasih semua!” seru Sungai riang.
Sebelumnya sudah pernah dipublikasikan di blog pribadi: sohibunnisa.blogspot.com
Image diambil dari sini.

Data Penulis
Nama: Ade Delina Putri
Blog: sohibunnisa.blogspot.com
Twitter: @adedelinaputri
Facebook: Ade Delina Putri

No comments:

Post a Comment